Helaowo Sidele Gia tidak jauh dari kecamatan Gomo, sekitar 3 kilometer dari ibu kota kecamatan. Di situ ada sungai yang diberi nama Helaowo. Lalu, tanpa diketahui persis entah sejak kapan, tempat itu disebut Helawo Sidele Gi’a. Ada pun alasan pemberi nama tempat itu, karena bertepatan di lokasi itu aliran sungai Helaowo memiliki air terjun. Persis pada kawah jatuhnya air terjun yang tidak begitu tinggi itu, terdapat lubuk sungai yang juga tidak begitu dalam, akan tetapi cukup bagus sebagai tempat pemandian dan arena belajar berenang bagi anak-anak usia SD. Konon ceritanya, dahulu, tempat itu dijaga oleh seorang Dewa yang menurut pengakuan warga sekitarnya berjenis kelamin perempuan dan tergolong makhluk halus. Dewa ini bernama Silewe Mazauwu. Silewe Mazauwu adalah dewi yang baik, namun menurut ceritera orang-orang tua di situ, jika ada warga yang melakukan perbuatan terlarang oleh Dewi Silewe Mazauwu, maka yang bersangkutan jatuh sakit, karena sang Dewi penjaga air terjun itu marah.
Perbuatan yang dilarang disitu misalnya menangkap ikan dan meracuninya dengan memberikan tuba alamiah yan diracik dari tumbuh-tumbuhan. Akibat ceritera tersebut maka, warga tidak berani menangkap ikan dan hewan air yang hidup subur di sungai itu. Karena warga sekitar tempat itu takut dan lama sekali tidak pernah menangkap ikan yang ada di lubuk air terjun yang dikelilingi oleh pepohonan yang rindang itu, maka ikan-ikan dan binatang air lainya berkembang melimpah ruah hingga ukurannya besar.
Suatu
petang, menjelang matahari terbenam, adalah seorang warga yang kebetulan lewat
di dekat salah satu tepi lubuk air terjun itu. Mendengar adanya suara ribut
’mudele,’ maka orang tersebut pergi menghampirinya ke arah lubuk kawah air
terjun, lalu dia menyaksikan kerumunan ikan dan baru mengetahui bahwa suara
ikan-ikan itulah yang membuat keributan. Dan lebih mengherankan lagi, karena ia
dengan sepintas melihat salah seekor dari ikan-ikan itu yang berpenampilan aneh
dengan tubuh hanya sebelah bagaikan ikan yang telah dibelah dua dari kepala
hingga ke ekornya.
Sejak
peristiwa itu kawah air terjun di sungai itu disebut “Helaowo Sidele Gi’a“
artinya kawah air terjun dimana ada ikan-ikan yang bersuara ribut.
Pesan
dan makna ceritera
Si
penutur awal ceritera tersebut merupakan sosok pertama yang memberi perhatian
pada konservasi alam. Ketika ia melihat adanya dampak negatif yang berakibat
pada kerusakan lingkungan dan ekosistem dari pengetahuan yang baru dikuasai
oleh warga Nias di wilayah itu dalam hal meracik racun atau tuba “tuwa“ dari
tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk menaklukan isi sungai demi pemenuhan
protein.
Penutur
menggunakan jalur religi untuk melarang masyarakat agar tidak menangkap ikan
dengan cara menggunakan tuba. Karena dengan metode ini, semua hewan air baik
yang kecil maupun yang besar akan mati jika kena air tuba. Dan jika hal ini
terjadi maka kehidupan yang bergantung pada alam akan terganggu karena seumber
protein akan punah. Namun penutur sadar bahwa warga baru bisa mengikuti
larangannya untuk tidak merusak lingkungakan jika larangan dan ajakan itu
dihubungan dengan dewa yang bisa memberi ganjaran pelanggaran mereka. Bisa
jadi, karena secara psikologis warga sudah menakuti larangan itu, maka ketika
mereka melanggarnya, mereka sungguh merasa bersalah dan jatuh sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar